Rabu, 01 Juni 2011

Reaksi Rakyat Bima Terhadap Dominasi Kekuasaan Kolonial : Perang Kala (1909)

klik judul untuk mendownload file lengkapnya

A.    Latar Belakang Masalah

Sejarah Indonesia sebelum masa kemerdekaan terbentuk oleh sejarah berbagai Kerajaan independent yang mempunyai banyak persamaan dan saling berhubungan, namun berkembang menurut nasibnya masing-masing. Semua Kerajaan itu terpengaruh oleh kontaknya dengan kebudayaan luar yang berasal dari India, Cina, dan Eropa, selain peradaban Islam. Penulisan sejarah Indonesia sebagai negara kesatuan sangat tergantung pada pengetahuan para sejarawan tentang perkembangan masing-masing Kerajaan tersebut.
Indonesia ditinjau dari terbentuknya nation atau bangsa modern sebenarnya belumlah lama. Gejala itu barulah nampak pada awal abad ke-20. sebelum itu konsep nasion baru belum dikenal. Sejarah Indonesia periode itu lebih terkait pada hal-hal yang bersifat kedaerahan. Tiap-tiap daerah di Indonesia seolah-olah mempunyai sejarahnya sendiri. Adalah menarik dan peting untuk meneliti dan menggambarkan perkembangan masing-masing sejarah daerah tersebut. Dalam perkembangan tersebut dapat dilihat perkembangan itu dapat dilihat persinggungan perjalanan sejarah masing-masing daerah dalam lingkupn yang kemudian disebut Indonesia.
Dari sekian banyak Kerajaan di Indonesia dalam kerangka seperti itu terdapat sebuah Kerajaan yang terletak di Pulau Sumbawa yaitu Kerajaan Bima. Keberadaan Bima di dalam mata rantai pelayaran dan perdagangan di Nusantara tidak terlepas dari letak kepulauan Sunda Kecil secara keseluruhan. Kepulauan ini dengan persediaan air minum yang baik kualitasnya dan makanan yang dimilikinya dapat melayani pedagang-pedagang Melayu dan Jawa dan sekaligus tempat beristrahat dalam jalur pelayaran dari barat ke timur. Di sini mereka menukaerkan pakaian yang mereka bawa dari Malaka dan Jawa denagn rempah-rempah. Sedangkan Bima memasok kayu celup (dye-wood) untuk pedagang Malaka yasngf kemudian di ekspor ke Cina.
Boleh jadi karena pentingnya Bima, nama Bima lebih sering digunakan oleh orang Portugis dan Belanda untuk menyebut keseluruhan Pulau Sumbawa. Padahal di Sumbawa terdapat Kerajaan lain yakni Dompu, Sanggar, Pekat, dan Sumbawa. Ditinjau dari perkembangannya, Kerajaan Bima tentu saja harus diletakkan di dalam kerangka hubungannya dengan Kerajaan-Kerajaan lain di Sumbawa maupu denga Kerajaan-karajan lain Di Nusantara, khusunya Gowa Di Sulawesi Selatan. Bima mempunyai letak yang sangat penting terutama dalam jalur perdagangan, yaitu di tengah-tengah jalur Marim yane melintasi kepulauaan Indonesia, sehingga menjadi persinggahan penting dalam jaringan perdagangan dari Malaka ke Maluku.    
Di samping itu menarik juga untuk menggambarkan interaksi Kerajaan Bima dengan orang-orang Eropa yang dalam perkembanganya kemudian masuknya wilayah Bima ke dalam wilayah kekuasaan  pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kontak pertama antara Bima dengan orang-orang Belanda telah dimulai sejak awal abad ke-17, ketika terjadi perjanjian lisan antara raja Bima, Sarise atau raja Salisi dengan orang Belanda bernama Steven van Hegen pada tahun 1605. Secara politis hubungan Bima dengan VOC mulai berlangsung dengan ditanda-tanganinya Perjanjian Bongaya pada 18 November 1677 oleh Sultan Hasanudin (raja Gowa) karena kalah perang, sehingga Kerajaan Bima ikut terkena imbas dari perjanjian tersebut, karena keikutsertaan Sultan Bima, Abdul Khair Sirajuddin membantu Kerajaan Gowa memerangi Belanda. Sedangkan perjanjian pertama Bima dengan Kompeni, pada 1 Oktober 1669 di Maksar. Dengan begini kompeni perlahan-lahan ingin menanamkan kekuasaannya di Bima, melalui perjanjian-perjanjian yang terus diperbahrui pada setiap pergantian Sultan Bima, yang lama-kelamaan semakin menekan dan merugikan pihak Kesultanan Bima.
Reaksi terhadap kekuasaan kolonial sebenarnya sudah terasa sejak tahun 1907 dan 1908, hal itu terutama dirasakan oleh rakyat Kesultanan Bima sebagai akibat perjanjian tahun 1905, dimana Belanda mendapat hak untuk memungut berbagai macam cukai mulai dari cukai jalan, pelayaran sampai cukai import dan eksport yang diperoleh melalui pelabuhan-pelabuhan di Kesultanan Bima. Selanjutnya lebih memberatkan lagi dengan dikeluarkannya suatu peraturan pada akhir Desember 1906 untuk mengadakan apa yang okleh orang Makasar disebut Simakata/lassong, atau Sima assaparang atuoang oleh orang-orang Bugis, yaitu pajak kehidupan yang semula hanya berlaku di Sulawesi. Namun sejak 1 Januari 1907 mulai dikenakan di seluruh wilayah Clebes en Onderehoorrigheden, yang berarti termasuk juga Bima, Sumbawa, Dompu, dan Sanggar.
Peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintahan Kolonial Belanda melalui perjanjian-perjanjiannya dengan Kesultanan Bima lambat-laun dirasakan mulai menekan rakyat, sehingga menyebabkan timbulnya ketidakpuasan rakyat terhadap tindakan pemerintah kolonial Belanda yang memberlakukan Bima sedemuikian rupa sehingga rakyatnya menderita.  Peristiwa ini menyebabkan munculnya kelompok ulama yaitu yang dikenal dengan Makaloasa Weki. Kemudian posisi Sultan pun menjadi semakin terpojok, dari pihak Belanda Sultan telah ditekan sedangkan dari golongan ulama Ma Kalosa Weki juga mendesak agar Sultan segara melawan Belanda. Sultan secara terbuka mengemukakan kepada rakyat, bahwa sebenarnya Kesultanan Bima sudah menjadi bagian dari Hindia belanda. Tetapi rakyat tetap ingi menentangnya. Dalam situasi yang demikian munculah perlawanan rakyat Ngali, Kala, dan Dena yang semata-mata untuk mempertahankan agama, adat-istiadat, kedaulatan dan kemerdekaan yang dimiliki selama ini.
Salah satu perlawanan rakyat Bima yang menarik untu dikaji adalah perang rakyat Donggo, yang kemudian dikenal dengan Perang Kala (1909), yang merupakan perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Kala, sebuah desa di kecamatan Donggo, di bawah kekuasaan Kesultanan Bima, penyebabnya hampir sama dengan perang lainnya yang terjadi di Bima, yaitu karena tidak mau tunduk terhadap kekuasaan Belanda, tetapi sistem strategi perang ini agak unik dibandingkan perang lainnya, yakni dengan membuat serambi atau sencari (bahasa Bima) di atas bukit Doro Kaboe. Di atas Serambi tersebut di susun batu-batu besar. Pada saat pasukan Belanda mengejar rakyat kala ke atas gunung, rakyat sudah siap menggelindingkan batu-batu besar itu ke bawah. Hal itu sempat membuat pasukan Belanda gusar, apalagi wilayahnya sangat rumit dengan konstur tanah yang terdiri dari gunung-gunung dan hutan yang masih terlalu asing bagi pasukan Belanda. Selain itu perlawanan rakyat dalam perang ini levelnya lebih tinggi disbanding dengan perang lain yang terjadi di Bima, maupun di Nusantara sekalipun karena walaupun pemimpinnya mati atau tertangkap, semangat perang rakyat masih tetap ada, karena perlawanan rakyat ini merupakan gerakan perlawanan yang digerakkan oleh semangat fisabilillah dan semangat untuk mempertahankan kampung halamannya sampai titik darah penghabisan (walaupun belum mengenal apa itu nasionalisme, tetapi dalam jiwa dan semangat mereka sudah ada benih dan semangat cinta warga kampung halaman/desanya) dari kekuasaan penjajah Belanda, bukan hanya dari peran kharisma para pemimpinnya.
Berdasar alur pemikiran tersebut saya selaku putera daerah, merasa sangat perlu untuk mengkaji dan meneliti tentang perlawanan rakyat Bima menentang kekuasaan Belanda, dengan mengambil judul: “Reaksi Rakyat Bima terhadap Dominasi Kekuasaan Kolonial : Perang Kala (1909)”.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam kajian ini dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam menanamkan kekuasaannya di Bima?
2.      Bagaimana reaksi rakyat Bima menyikapi dominasi kekuasaan pemerintah kolonial Belanda: terjadinya Perang Kala (1909)?

C.    Tujuan Penelitian

Dengan memperhatikan latar belakang dan beberapa rumusan masalah tersebut di atas maka tujuan utama kajian ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi berbagai  upaya yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam menanamkan kekuasaannya di Bima.
2.      Mendeskripsikan reaksi rakyat Bima menyikapi dominasi kekuasaan pemerintah kolonial Belanda: terjadinya Perang Kala (1909).




Untuk lebih lanjutnya…….
1.    Pastikan anda menjadi pengikut blog ini
2.    Kirim email ke: sangajimbojo@gmail.com atau ranggambojo@ymail.com
3.    Gabung di facebook dengan alamat email di atas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar