Rabu, 01 Juni 2011

Teori Belajar Revolusi Sosio-Kultural dan Penerapannya dalam Pembelajaran

klik judul untuk mendownload file lengkapnya

A.    Latar Belakang
Banyak negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik, namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia, tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci, dan tanpa kunci itu usaha mereka akan gagal.
Namun, di negara-negara berkembang adopsi sistem pendidikan dari luar sering kali mengalami kesulitan untuk berkembang. Cara dan sistem pendidikan yang ada sering menjadi sasaran kritik dan kecaman karena seluruh daya guna pendidikan tersebut diragukan. Generasi muda banyak yang memberontak terhadap metode-metode dan sistem pendidikan yang ada. Bahaya yang dapat timbul dari keadaan tersebut bukan hanya bentrokan-bentrokan dan malapetaka, melainkan justru bahaya yang lebih fundamental yaitu lenyapnya sifat-sifat peri kemanusiaan. Sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi hancur. Pila pikir yang semula terstruktur rapi menjadi kacau dan tidak menentu.
Jika kita terus melangkah dengan mengemas pandidikan, pembelajaran, dan belajar seperti sekarang ini, kita akan bertemu dengan peserta didik yang cenderung bertindak kekerasan, pemaksaan kehendak, dan pemerkosaan nilai-nilai kemanusiaan. Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang ini merupakan ekspresi dari keadaan di atas. Masalah sekarang ini benar-benar masalah baru dan sunguh-sungguh belum pernah terjadi sebelumnya. Masalah-masalah tersebut tidak tumbuh dari keadaan yang biasa, seperti masalah politik, hukum, sosial, ekonomi, moral, kepercayaan, dan lain-lain. Banyak usaha telah dilakukan untuk menata dan menstruktur kembali pola kehidupan masyarakat, namun hasil yang didapat belum seperti yang diharapkan.
Perilaku manusia Indonesia selama ini sudah terjangkit oleh virus keseragaman, dan Virus inilah yang mengendalikan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Kesadaran dan penyadaran tentang keberagaman (pluralisme) bangsa sangat jauh dari kehidupan masyarakat. Pola pikir sentralistik, monolitik, uniformistik, sangat kental mewarnai pengemasan di berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan yang paling kental diwarnai dengan upaya ini.
Asumsi-asumsi yang melandasi program-program pendidikan sering kali tidak sejalan denagn hakekat belajar, hakekat orang yang belajar, hakekat orang yang mengajar. Dunia pendidikan, lebih khusus lagi dunia belajar, didekati dengan paradigma yang tidak mampu menggambarkan hakekat belajar dan pembelajaran secara komprehensif. Pendidikan dan pembelajaran selama ini hanya mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman, dengan harapan akan menghasilkan keteraturan, ketertiban, ketaatan, dan kepastian. Sehingga sekolah terkadang menjadi alat penjinakan  yang memanipulasi peserta didik agar mereka dapat melayani kepentingan kelompok penguasa atau alat legitimasi sekelompok elite sosial.
Seorang siswa harus dididik untuk realis, mengakui kehidupan yang multi-dimensional, tidak seragam, dan diajak menghayati kebinekaan yang saling melengkapi demi persaudaraan yang sehat, menghargai hak dan kewajiban sosial yang saling solider. Mendidik juga berarti membantu anak untuk menjadi dirinya dan peka terhadap lingkungannya. Harus berusaha diciptakan lingkungan belajar yang demokratis, sehingga setiap anak satu persatu perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dia lakukan. Selain itu diperlukan sikap dan persepsi yang positif terhadap belajar menjadi modal dasar untuk memunculkan prakarsa belajar. Ini semua menjadi sangat penting untuk mengembangkan kemampuan mental yang produktif.
Kita hendaknya belajar dari sejarah dan berani meninggalakan anggapan bahwa memerintah itu sama dengan mengajar. Pemerintah adalah bijaksana, yang lainnya bodoh.  Yang tahu kebenaran hanyalah pemerintah. Yang perlu ditolong untuk mengetahui kebenaran adalah warga negara. Tidak mengherankan, jika seluruh pendidikan hanya dianggap “aman” bila di tangan pemerintah. Sekarang sudah saatnya agar dalam pendidikan juga berdemokrasi, sehingga pemerintah tidak sama lagi dengan mengajar
Dari uraian di atas, maka para pendidik (guru) dan para perancang pendidikan serta pengembang program-program pembelajaran perlu menyadari akan pentingnya pemahaman terhadap hakekat belajar dan pembelajaran. Sehingga dalam makalah ini akan dikaji tentang pandangan teori belajar revolusi sosio-kultural dan aplikasinya dalam pembelajaran.   
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana teori balajar menurut Piagetian?
2.      Bagaimana teori belajar menurut Vygotsky?
3.      Bagaimana aplikasi teori belajar revolusi sosio- kultural dalam kegiatan pembelajaran? 
C.    Tujuan
1.      Menjelaskan teori belajar menurut Piagetian.
2.      Menerangkan teori belajar menurut Vygotsky.
3.      Mendeskripsikan aplikasi teori belajar revolusi sosio-kultural dalam kegiatan pembelajaran?



Untuk lebih lanjutnya…….
1.    Pastikan anda menjadi pengikut blog ini
2.    Kirim email ke: sangajimbojo@gmail.com atau ranggambojo@ymail.com
3.    Gabung di facebook dengan alamat email di atas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar